NAMA : ALLAN ERLANGGA
NPM : 20209293
KELAS : 3eb17
“Menabung adalah cara
paling lambat untuk kaya. Tidak menabung adalah cara paling efektif untuk tetap
miskin”
Saat
saya posting kalimat di atas di status twitter dan facebook, ada beragam komentar
yang masuk. Ada yang kebingungan, ada yang berkomentar untuk menabung emas saja
agar lebih cepat, ada yang bertanya bagaimana caranya biar cepat kaya, dan ada
juga yang malah salah menangkap maksudnya saya dengan berkomentar “kalau begitu
di tengah-tengah saja” dan “jadi dilema”.
Menabung adalah cara paling
lambat untuk kaya.
Maksud
saya adalah menabung atau menyisihkan uang dan menyimpannya di rekening
tabungan adalah cara paling lambat untuk kaya. Kenapa saya sebut lambat? karena
menyimpan dana di tabugan (dan instrumen likuid lainnya) memberikan hasil atau
return yang sangat kecil. Bahkan lebih kecil dari inflasi.
Walaupun
di atas kertas memiliki nilai rupiah yang lebih tinggi dalam beberapa tahun.
Tapi kalau dilihat dari daya belinya mungkin malah merosot. Maka ini saya sebut
dengan cara yang lambar untuk kaya.
Tapi
apakah itu berarti saya tidak menyarankan tabungan? Tentunya tidak. Karena kita
masih tetap memerlukan tabungan. Tapi tujuannya bukan untuk menambah kekayaan,
tapi untuk berjaga-jaga dalam kondisi darurat dan sebagainya. Karena tabungan
fungsinya sangat likuid, maka cocok untuk dijadikan sebagai cadangan.
Lalu
bagaimana caranya agar bisa lebih cepat kaya? Bisa menabung rutin saja tidak
cukup, tapi harus dikembangkan lagi dengan produk investasi yang lain dengan
keuntungan yang lebih tinggi.
Tidak menabung adalah cara paling
efektif untuk tetap miskin.
Yang
saya maksud dengan pernyataan ini adalah jika tidak memiliki tabungan, maka
risiko untuk jatuh miskin akan sangat besar. Karena tidak ada tabungan artinya
menjadi sangat rentan terhadap risiko keuangan. Kadang ada pengeluaran tambahan
yang harus dikeluarkan, entah itu karena sakit, ada yang pinjam uang, dan
sebagainya. Di sini lah tabungan berperan.
Karena
jika tidak punya tabungan, maka yang terjadi adalah pengeluaran darurat tadi
harus ditanggulangi dengan cara berhutang. Dengan berhutang, masalah saat itu
selesai, sementara. Sedangkan di bulan depannya, pengeluaran akan lebih besar
lagi karena harus membayar kembali hutang tersebut.
Bagaimana
kalau investasi saja tanpa perlu menabung? Biasa sih investasinya akan gagal.
Karena punya investasi tapi tidak punya tabungan artinya kita akan mengorbankan
investasi dijual rugi atau berhutang seperti di atas. Dan jika tidak terbiasa
menabung, maka sulit juga bisa investasi secara rutin. Tidak menabung, sulit
berinvestasi, tetap miskn.
Komentar
In my article above is pretty
good and really gives a pretty good information and my message is Save money,
but do not be satisfied simply by saving it because it's not enough to make you
rich.
Referensi
http://zelts-consulting.com/%E2%80%9Cmenabung-adalah-cara-paling-lambat-untuk-kaya-tidak-menabung-adalah-cara-paling-efektif-untuk-tetap-miskin%E2%80%9D/
ARTIKEL KE 2
NAMA : ALLAN ERLANGGA
NPM : 20209293
KELAS : 3eb17
Saving Dulu, Baru
Shopping;Mereka bisa, kenapa kita tidak?
Dalam
mengatur prioritas pengeluaran, ada satu prinsip yang selalu saya tekankan,
yaitu “saving dulu baru shopping”. Atau pos pengeluaran untuk
menabung/investasi (saving) seharusnya didahulukan sebelum pos pengeluaran
untuk biaya hidup (shopping).
Ketika
saya sampaikan prinsip ini, banyak orang yang memberikan komentar yang pesimis.
“Wah, gak mungkin itu kita lakukan. Selama ini aja berasa kurang, bagaimana mau
saving duluan. Nanti malah gak ada buat shopping”. Tentunya ini adalah alasan
klasik dan memang tidak mudah untuk mengubah paradigma dalam mengelola keuangan
yaitu mendahulukan saving dulu daripada shopping. “Ah, itu kan cuma bisa
dilakukan oleh orang yang penghasilannya besar sekali. Penghasilan saya kan
pas-pasan”. Lagi-lagi alasan itu yang keluar sekalipun saya tekankan betapa
pentingnya melakukan investasi/menabung sebelum digunakan untuk belanja.
Kalau
Anda masih menganggap bahwa konsep saving dulu baru shopping hanya akan bisa
dilakukan oleh seseorang yang berpenghasilan besar, mari kita simak testimoni
dari seorang istri kuli angkut di pelabuhan tanjung priok. Dari sisi
penghasilan jelas tidak seberapa, jauh dibandingkan penghasilan Anda sebagai
karyawan.
Pada
saat saya menyampaikan konsep ini di hadapan sekitar seratusan orang peserta
yang mayoritas adalah kalangan kurang mampu yang mengandalkan penghidupannya
dari kawasan pelabuhan Tanjung Priok dan sekitarnya, memang sebagian diantara
mereka pesimis bisa menjalankan konsep ini dengan baik. Karyawan berpenghasilan
tetap di atas UMR saja masih banyak yang pesimis, apalagi mereka yang
penghasilannya tidak pasti dan di bawah UMR, wajar sajalah untuk pesimis.
Tapi
diantara yang pesimis, ada sebagian orang untuk memilih tetap bersikap optimis.
Setidaknya tidak sebelum mencoba konsep tersebut dalam rumah tangga mereka.
Sebutlah ibu Neni yang memilih untuk mencoba lebih dahulu sebelum mengatakan
TIDAK.
Jika
biasanya ibu Neni selalu menyediakan segelas kopi dan sebungkus rokok setelah
sarapan untuk bekal suaminya bekerja seharian, hari itu ibu Neni menyediakan
segelas kopi dan hanya menyediakan 2 batang rokok saja di samping gelas kopi.
“Kok cuman 2 batang doang?
Emangnya duit yang gue kasih semalem kurang?” tanya sang suami.
“Mulai hari ini, gue mau nabung
bang. Duitnya gue tabung dulu, sisanya ya itu buat rokok cuman kebeli 2 batang.
Nanti kalo kurang ya tinggal beli lagi aja. Sekarang cobain aja dulu sehari 2
batang” begitu penjelasan ibu Neni pada suaminya.
“Nabung…Kagak salah denger gue?
Emangnya duit kite ada sisanya apa buat ditabung?” Tanya suaminya penasaran.
Ibu Neni tak mau kalah menjawab
“Justru itu bang. Kalo nunggu sisa mah mana bisa. Mangkanye itu duit semalem gue
tabung dulu, terus belanja dapur tadi pagi, nah sisanya itu rokok cuman bisa
kebeli 2 batang. Gitu kemarin gue diajarin di pengajian.”
“Aaah… ya udeh deh. Hari ini 2
batang aja. Bagus sih lu bisa nabung, tapi laen kali kagak usah ikut pengajian
kaya gitu lagi deh.” Gumam si suami yang setengah setuju tapi masih berasa
berat menjalankannya.
Alhasil
hari itu si suami berangkat kerja hanya dengan 2 batang rokok di kantongnya.
Sepulangnya ke rumah, ia tidak meminta tambahan rokok dan ternyata 2 batang
rokok memang cukup jika yang tersedia hanya 2 batang itu. Dan keesokan ia
kembali dibekali 2 batang rokok, tidak lebih. Namun kali ini ia tidak banyak
bicara, terima saja aturan baru yang dijalankan istrinya.
Ini
bukan masalah rokok yang memang bisa dikurangi, atau apapun juga. Tapi pada
dasarnya setiap pengeluaran ternyata masih bisa dihemat, apapun itu. Sehingga
tidak ada alasan lagi penghasilan pas-pasan membuat Anda sulit menabung.
Yang
perlu dilakukan adalah mencoba mengubah kebiasaan. Ubah kebiasaan Anda untuk
saving dulu baru shopping. Mungkin akan ada jatah shopping yang terpaksa
berkurang. Tapi sejalan dengan waktu, hal itu akan menjadi kebiasaan baru dan
tidak akan berasa lagi kurang.
Komentar
The article is very good because
the concept of saving it first before shopping can be done by the NII people
who have a mediocre income and article above may also address concerns over the
concept of saving first before shopping.
Referensi
http://zelts-consulting.com/saving-dulu-baru-shoppingmereka-bisa-kenapa-kita-tidak/
ARTIKEL KE 3
NAMA : ALLAN ERLANGGA
NPM : 20209293
KELAS : 3eb17
Mimpi Negeri Tanpa Korupsi
Tokoh
Muda Inspiratif Kompas #24
Fadjroel
Rahman – Pegiat antikorupsi, calon
Presiden independen 2009

Ini
merupakan deklarasi kedua Fadjroel sebagai calon presiden (capres) setelah
deklarasi pertama Februari 2009. Waktu itu pencalonannya kandas setelah
Mahkamah Konstitusi menolak uji materinya terhadap capres perseorangan atau
independen.
Kini,
didukung gerakan nasional independen, Fadjroel maju kembali sebagai capres. Ia
mengaku tak ingin mencari keuntungan sendiri menjadi capres RI, tetapi
ingin mengembalikan hak konstitusional warga lainnya bisa maju sebagai capres.
Bahkan,
Fadjroel yang juga aktif ikut gerakan antikorupsi memiliki harapan, yaitu jika
calon independen bisa memenangkan uji materi, tidak hanya kelompok demokrasi
yang bisa masuk ”merebut negara”, tetapi juga berkiprah mengawal pemberantasan
korupsi dan melawan mafia hukum secara semesta.
Optimismenya
maju kembali dan ”menembus” MK berawal keberhasilannya ketika ia dan
kawan-kawannya ”memenangkan” uji material di MK, 23 Juli 2007, yaitu calon
independen untuk pemilu kepala daerah.
Untuk
memuluskan pencalonannya, Fadjroel tidak hanya mengurus uji materi ke MK,
tetapi juga merevisi UU Partai Politik agar parpol bisa melaksanakan konvensi
penentuan calon dan juga melakukan amandemen UUD 1945.
Menurut
Fadjroel, ”kemenangan demokrasi” itu tinggal selangkah lagi. Bagaimana
pemikirannya, seperti apa mimpinya atas sebuah negeri tanpa korupsi serta upaya
”perlawanan” mengenai antidemokrasi. Terkait itu, Kompas mewawancarainya,
beberapa waktu lalu. Inilah sebagian wawancaranya.
Rapat
Dengar Pendapat dengan Komisi III menimbulkan ”keributan”. Bagaimana Anda
melihat dan memetik pembelajaran pertemuan itu bagi demokrasi?
Proses
demokrasi yang terpenting, menurut saya, adalah dialog, ada kesetaraan yang
argumentatif dan rasional. Apa pun masalahnya bisa dibicarakan dalam pemahaman
itu. Kita menghindari monolog selama 32 tahun hidup di era Orde Baru.
Kami
datang dengan satu pikiran, Komisi III bisa menjelaskan mengapa mereka bisa
membuat kesimpulan bersama kejaksaan yang mendesak Kejaksaan RI menangani
perkara dua pimpinan KPK yang nonaktif. Sementara Tim Delapan, yang dibentuk
Presiden, membuat rekomendasi yang fakta dan proses hukum yang dimiliki Polri
tidak cukup bagi dilanjutkannya proses hukum pimpinan KPK.
Pertanyaannya,
Komisi III menentang rekomendasi Tim Delapan. Kami sebenarnya memohon satu
dialog yang komunikatif sehingga ada alasan rasional dan obyektif.
Maksudnya?
Tampaknya
mereka masih merasa sebagai pejabat negara dan bukan seorang politisi publik
yang bertanggung jawab. Ketika kami berkali-kali menanyakan itu, jawabannya
mengambang dan seolah-olah kedatangan kami mengorbankan waktu.
Puncaknya,
saat guru besar UI Tamrin Tomagola menjadi kesal. Mengapa pertanyaan yang jelas
justru tidak dijawab dengan rasional obyektif, tetapi malah berputar-putar dan
suara yang agak keras. Kesimpulan saya, mereka tidak siap berdialog. Padahal,
bangunan demokrasi itu jantungnya dialog rasional dan obyektif.
Kira-kira
apa yang menjadi penyebab? Apakah terjadi kesenjangan kaum intelektual dan kaum
politisi?
Menurut
saya, partai politik memang seharusnya menyeleksi lebih dulu terhadap
anggota-anggota yang bertarung di pemilu. Akan tetapi, ternyata parpol tidak
memilih calon terbaik, tetapi diserahkan pada seleksi masyarakat sehingga
hasilnya seperti ini. Padahal, rakyat tidak punya pendidikan demokrasi yang
kuat saat memilih.
Mengapa
bisa begitu?
Saya
kira karena pendidikan politik di Indonesia atau demokrasi, seperti pernah saya
katakan, baru ”satu derajat di atas nol”. Artinya, seolah-olah demokrasi itu
eksis setelah kita bebas dari cengkeraman Orde Baru, yakni dengan mendirikan
partai politik dan menggelar pemilu.
Akan
tetapi, tidak ada ajaran yang kuat terhadap hak-hak mereka, yaitu hak sipil,
bagaimana orang mengenali bahwa kalau menyuarakan pikiran itu adalah sebuah
kebebasan dan apa yang disuarakan itu kepentingan dasar.
Jadi,
demokrasi yang diperjuangkan hanya yang prosedural. Tetapi, inti dari
demokrasi, yaitu orang membela hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial,
dan hak budaya itu, tidak terjadi. Akibatnya, mereka memilih orang dan bukan
orang atau wakil rakyat yang mau membela kelima hak dasar itu saja.
Dalam
reformasi 11 tahun ini, pendidikan demokrasi atau pendidikan hak dasar itu
relatif baru. Sementara demokrasi kita dibajak para individu yang
antidemokrasi. Mereka orang-orang yang bercokol selama rezim totaliter Orde
Baru. Inilah yang ”memenjarakan” para fraksi di DPR. Padahal, seharusnya
aktor-aktor demokrasi itu yang harus mengisi lima arena, yakni arena politik,
ekonomi, masyarakat bisnis, civil society, birokrasi, dan arena hukum.
Demokrasi hanya bisa berjalan jika lima wilayah diisi oleh aktor-aktor
demokrasi.
Mengapa
kita tidak menjalankan demokrasi substansial?
Ibarat
sekolah, kita masih kelas satu. Padahal, kemarin ketika reformasi kita punya
kesempatan dan momentum emas untuk menjalankan hak dasar. Momentum waktu itu
adalah saat reformasi mendorong hak-hak dasar saat mendirikan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Sayangnya, waktunya dibatasi untuk kasus setelah
1999. Demikian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang tidak jadi
diteruskan pembentukannya serta restrukturisasi utang luar negeri yang harus
dijalankan. Akibatnya, momentum itu hilang dan korupsi masih tidak bisa
dihilangkan hingga saat ini.
Jadi,
korupsi tidak mungkin pupus?
Ada
hari di mana kita bermimpi bahwa korupsi itu hanya ada di museum nasional dan
di sana terdiri dari diorama-diorama. Kita juga bermimpi Indonesia yang bebas
kemiskinan sehingga anak cucu kita bisa dibawa melihat diorama kemiskinan,
pelanggaran hak asasi manusia, buruh, dan lainnya.
Kalau
anak cucu kita bertanya, bagaimana korupsi itu, mimpi saya itu, mari kita bawa
ke museum nasional. Misalnya, museum tentang BLBI, Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI). Di situ digambarkan orang-orangnya, lalu ada diorama bagaimana
mereka korupsi. Bisa saja, ada diorama korupsi di PT Masaro Radiokom, diorama
gratifikasi Bank Indonesia, dan diorama lainnya yang menjadi masa lalu bangsa
kita.
Tidak
bisa momentum baru untuk mengembalikan semuanya kembali?
Saya
berpikir bahwa momentum itu baru terjadi pada tahun 2014, yaitu ketika terjadi
regenerasi nasional, ketika semua lembaga politik dan lima arena akan diisi
generasi baru, generasi non-Orde Baru dan non-Soeharto. Saya yakin bisa,
berdasarkan adanya pergeseran regenerasi politik dari sekarang ini.
Selasa,
24 November 2009
Komentar
My comment about the purpose of
democracy is supposed to give priority to civil rights,
political rights, economic rights, social
rights and cultural
rights in advance of democracy compared to the profit interests of individuals or procedural.
Referensi
http://yudhitc.wordpress.com/2009/11/25/mimpi-negeri-tanpa-korupsi/#more-1333
ARTIKEL KE 4
NAMA : ALLAN ERLANGGA
NPM : 20209293
KELAS : 3eb17
Menjadi Penguasa Belum Tentu Memimpin
Tokoh Muda Inspiratif Kompas #20
Anis Matta – Wakil Ketua DPR-RI 2009-2014

Anis Matta, yang turut membidani
kelahiran Partai Keadilan, kini bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), memandang gerakan dakwah perlu menjadi perjuangan yang
melembaga dalam struktur politik karena inti dari gerakan itu adalah penyadaran
untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
Ia meyakini bahwa partai politik
yang mengandalkan figur untuk memimpin akan habis di tengah jalan. Sosok figur
cepat atau lambat akan berakhir, sementara ide terus berkembang. Partai politik
hanya akan bertahan dengan ide dan organisasi yang tangguh.
Meski begitu, sejak era Orde Lama,
negeri ini sudah menghabiskan banyak energi untuk konflik ideologi yang disebut
Anis tidak relevan bagi pertumbuhan bangsa semajemuk Indonesia. Konflik aliran
yang dilabeli sebagai kelompok Islam dan nasionalis, misalnya.
Berikut petikan wawancara Kompas
dengan Anis Matta, beberapa waktu lalu:
PKS dipandang membawa politik
beridentitas Islam. Seberapa aliran politik ini mengakomodasi pluralisme?
Kita ini bangsa yang majemuk, lahir
dari beragam identitas lokal, dibentuk oleh satu identitas besar sebagai
bangsa. Penting bagi setiap kelompok politik untuk mempunyai basis ideologi.
Itu adalah referensi pembelajaran untuk merumuskan masa depan. Kita bisa punya
banyak referensi dan Islam adalah salah satunya.
Tidak ada satu bangsa yang diwarnai
hanya oleh satu ideologi, pasti selalu beragam, apalagi bangsa sebesar kita.
Adalah kesalahan besar untuk
mengeliminasi identitas kelompok. Namun, kesalahan juga bagi kelompok jika
tidak bisa mengintegrasikan ideologinya dalam kehidupan berbangsa. Dibutuhkan
proses integrasi karena selama ini kita kerap hidup dalam dikotomi. Saya tidak
perlu memisahkan identitas saya sebagai Muslim dan orang Indonesia karena itu
bukan dua hal yang bertentangan.
Sekarang ini kita justru perlu lebih
banyak lagi sumber pembelajaran untuk mengisi kevakuman pemikiran dari mana pun
datangnya, termasuk dari Barat dan Islam.
Pluralisme adalah fakta yang
membentuk watak keindonesiaan kita. Tidak ada satu agama yang datang ke
Indonesia bisa menghilangkan pluralisme tadi. Kita ini bangsa yang luar biasa
elastis dan begitu terbuka.
Ketika membawa Islam dalam
perpolitikan, kami juga datang dengan kesadaran pluralisme seperti itu. Tetapi,
pluralisme bukan berarti kita tidak mempunyai identitas.
Bagaimana Anda memandang penerapan
syariat Islam dalam hukum formal di Indonesia?
Ketika merumuskan suatu regulasi,
misalnya di DPR, kita perlu memakai banyak referensi. Kita mempelajari hukum
dari Barat, dari Timur, syariat Islam juga salah satunya.
Banyak orang keliru memandang soal
ini. Syariat Islam itu amat luas dan bagian hukum pidana dalam syariat Islam
sebenarnya hanya sedikit. Hukum pidana dalam Islam itu membutuhkan terms and
conditions (persyaratan) untuk diterapkan. Misalnya, hukum potong tangan hanya
bisa diterapkan bila pada umumnya masyarakat sudah sejahtera.
Contoh lain, hukum rajam untuk
perzinaan. Rajam adalah sanksi, tetapi untuk sampai pada sanksi, proses pembuktiannya
terlalu rumit. Misalnya, diperlukan empat orang yang menyaksikan seseorang
berzina dan menyaksikan dengan amat jelas. Seseorang bisa disaksikan oleh empat
orang berzina sejelas itu mungkin ketika memproduksi film porno, live show,
atau membuat pesta seks. Artinya tidak sekadar berzina, tetapi mempertontonkan
perzinaan.
Saya melihat salah pandang seperti
itu tidak terjadi pada syariat Islam, tetapi juga banyak sumber hukum yang
lain. Proses pembuatan hukum di Indonesia sering tidak matang karena referensinya
tidak betul-betul dipahami dengan baik.
Sebagai Wakil Ketua DPR, apa yang
akan Anda lakukan menyikapi itu?
Dalam periode saya sekarang, misi
saya pribadi di pimpinan DPR adalah memperkuat infrastruktur legislasi.
Pekerjaan politisi seharusnya berbasis intelektual karena yang kita buat adalah
aturan bagi semua orang. DPR itu, menurut saya, adalah akal kolektif bangsa
Indonesia.
DPR harus mempunyai basis riset
akademis yang kuat dalam pembuatan regulasi. Saya sudah mengusulkan di pimpinan
DPR agar kita segera membangun perpustakaan besar sejenis dengan perpustakaan
kongres di AS, yang merupakan perpustakaan terbesar di AS. Basis riset perlu
menjadi tulang punggung pembuatan regulasi. Metode dengar pendapat dan studi
banding yang dipakai selama ini hanya jadi sentuhan akhir saja.
Tetapi, makin mudah sekarang menjadi
anggota DPR?
Sistem politik memungkinkan untuk
itu. Media sosialisasi pun jauh lebih luas, tetapi fenomena ini tidak akan
bertahan lama. Tidak semua yang masuk ke politik akan bertahan sebagai
politisi, Menurut saya, yang akan bertahan di dunia politik ini adalah mereka
yang punya niat baik dan kompetensi untuk memberi. Mereka yang mencari hidup di
dunia politik tidak akan bertahan.
Bagaimana Anda melihat perpolitikan
di Indonesia sekarang?
Perkembangan politik kita sekarang
sangat menjanjikan. Kita adalah bangsa besar yang diberi kesempatan
berkompetisi secara sehat oleh sistem politik kita, mulai dari struktur
tertinggi hingga tingkat desa, terjadi suatu seleksi kepemimpinan secara
sistemik. Cepat atau lambat, sistem ini akan memilih putra-putra terbaik dari
bangsa kita ini untuk memimpin. Yang paling diuntungkan oleh sistem ini adalah
mereka yang berumur 10-15 tahun pada awal reformasi. Mereka hidup dalam era
kompetisi dan menyiapkan diri lebih baik untuk memimpin. Sekarang masih banyak
karut-marut, tetapi sistem ini akan memproduksi output yang jauh lebih baik di
kemudian hari, bukan sekarang.
Bagaimana Anda melihat kepemimpinan
nasional pada 2014 dan setelahnya?
Saya melihat PKS punya dua masalah,
soal kapasitas untuk memimpin di tataran strategis dan kapasitas untuk menang
di tataran taktis. Menurut saya, memenangi pemilu itu pekerjaan yang tidak
terlalu sulit, memimpin lebih sulit. Kita belajar dari kepemimpinan di era
Reformasi selama 10 tahun terakhir ini. Bagaimana parpol muncul mendadak,
menjadi besar, lalu turun terus. Bagaimana seorang pemimpin atau figur naik,
kemudian turun dan lenyap seketika.
Misalkan Anda seorang presiden,
kalau Anda tidak datang dengan sebuah tim yang besar, pekerjaan pertama yang
harus Anda lakukan adalah distribusi politik, membagi-bagikan kekuasaan itu
pada orang lain, Tim yang Anda bentuk pada saat memimpin itu adalah tim yang
dicomot dari sana-sini. Tak akan ada satu ide besar yang bisa direalisasikan
dengan cara itu.
Karena itu, saya berpikir bahwa ini
bukan sekadar persoalan figur, kita perlu bicara tentang ide-ide besar dan
kapasitas besar untuk memimpin. Tidak semua yang menang itu akhirnya berkuasa
dan tidak semua yang berkuasa pada akhirnya memimpin. Saya malah khawatir
negeri kita ini sebenarnya dipimpin oleh the ghost leaders (para pemimpin
bayangan).
Dulu penguasa adalah sekaligus
pemimpin. Soekarno berkuasa dan benar-benar memimpin, tidak ada ghost leaders
di zamannya, Soeharto berkuasa dan benar-benar memimpin. Sekarang ini yang ada
adalah the ghost leaders. Mereka itulah pemimpin sebenarnya, cuma kita tidak
tahu siapa.
Saya kira bukan keharusan PKS
mengajukan calon pemimpin sendiri pada 2014. Lebih penting mempertahankan
posisi yang kokoh dalam arus besar politik sambil memberi bukti bahwa kami
punya kapasitas dengan kinerja yang baik.
Oleh : Nur Hidayati / KOMPAS, Kamis, 19 November 2009
Komentar
In
my article
above is very good. Be the master but not necessarily meminpin? it's true
because I think it would be useless and unfortunate
if there is a ruling
sector in the country but do not have the
soul of a leader not a good
result can be obtained even worse
results obtained
Referensi
http://yudhitc.wordpress.com/2009/11/25/menjadi-penguasa-belum-tentu-memimpin/#more-1321
ARTIKEL KE 5
NAMA : ALLAN ERLANGGA
NPM : 20209293
KELAS : 3eb17
Pita Hitam untuk Matinya Keadilan
Oleh Ahmad
Arif
Dwi
Deni (25), Senin (2/11) siang itu, sengaja meminta izin dari kantornya,
konsultan swasta untuk Departemen Pekerjaan Umum. Izinnya, ”Ada keperluan
pribadi.” Namun, sebenarnya ia melakukan sesuatu yang disebutnya, ”Demi
kepentingan bangsa.”
Siang
itu, matahari terik membakar. Dwi berbaur dengan massa Cintai Indonesia Cintai
KPK (Cicak) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Pita hitam melingkar di
lengan kirinya. ”Masyarakat maunya sederhana, yang benar didukung dan yang
korup diberantas,” kata Dwi.
Rakyat,
papar Dwi, lelah dengan janji-janji. Janji Presiden untuk memberantas korupsi,
tetapi terlihat berpihak kepada polisi yang justru ingin melemahkan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Semangat
yang sama juga menggerakkan Anwar Umar (80) untuk mengikuti aksi itu. Sama
seperti Dwi, pita hitam erat melingkar di lengan kirinya. Pita hitam yang
menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan korupsi.
Dengan
langkah berat dan lelah, serta suara yang bergetar, Anwar masih bersemangat.
”Presiden berganti, pemerintahan berganti, tetapi mengapa rakyat tetap miskin?
Ini karena korupsi tetap merajalela,” katanya.
Suasana
siang itu mengingatkan Anwar pada 11 tahun silam menjelang era reformasi. ”Saya
tak rela reformasi hanya melahirkan penguasa yang tak mau berpihak kepada
rakyat,” katanya.
Siang
itu Bundaran Hotel Indonesia (HI) ramai oleh massa berpita hitam. Tak hanya di
HI, di beberapa kantor, karyawan juga memakai pita hitam atau baju hitam. ”Ini
bukan karena ikut-ikutan, tetapi kami secara sadar mendukung gerakan melawan
korupsi,” kata Susi Afianti (26), karyawati salah satu bank swasta di kawasan
Sudirman.
Selain
di Jakarta, gerakan pita hitam, yang merupakan episode lanjut dari pertarungan
”cicak melawan buaya (istilah yang dipakai seorang petinggi Polri untuk
instansinya)”, mulai menyebar di beberapa daerah. Pada hari yang sama, unjuk
rasa terjadi di beberapa daerah. Unjuk rasa itu dipicu penahanan Wakil Ketua
(nonaktif) KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Di
dunia maya, dukungan kian menggelembung. Hingga pukul 21.00, hampir setengah
jutafacebookers menyatakan dukungan terhadap Bibit dan Chandra. Dari mana
munculnya gerakan ini sesungguhnya?
Kekuatan
rakyat
Ketua
Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, gerakan ini berasal dari
kesadaran terdalam rakyat yang muak dengan korupsi dan retorika penguasa.
”Walau tanpa dukungan dari partai oposisi, gerakan ini bisa menjadi kekuatan
rakyat,” ujarnya.
Guru
besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengimbau agar
pemerintah tak meremehkan kekuatan rakyat. ”Dukungan rakyat bila tidak mampu
dibendung Presiden berpotensi berubah menjadi kekuatan rakyat
atau people’s power,” katanya.
Tahun
1986, kata Hikmahanto, kekuatan rakyat di Filipina mampu melengserkan Ferdinand
Marcos dari kekuasaannya. Demikian pula di Indonesia tahun 1998 kekuatan rakyat
bisa melengserkan Soeharto. ”Dari berbagai pengalaman, kekuatan rakyat tidak
mungkin dihadapi dengan kekuasaan,” ujarnya.
Dalam
konteks kisruh KPK dan Polri, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
30 Oktober lalu ternyata tidak mampu menyurutkan dukungan masyarakat terhadap
Bibit dan Chandra.
Bibit
dan Chandra, kata Hikmahanto, telah dijadikan simbol oleh rakyat. ”Semakin lama
mereka ditahan, semakin kuat dukungan. Dukungan pun semakin lama semakin
berpotensi untuk berubah menjadi kekuatan rakyat,” ujarnya.
Namun,
pada akhirnya, menurut Hikmahanto, Presiden mulai mendengar suara kritis dengan
membentuk Tim Independen Verifikasi Proses Hukum terhadap Bibit dan Chandra.
Hikmahanto menjadi salah satu anggotanya. ”Jangan terlalu banyak berharap,
tetapi kita akan bekerja keras dalam dua minggu ini,” katanya.
Apakah
ini akan meredam gerakan rakyat yang sudah kadung kecewa berat?
Bagai
candu
Illian
Deta Arta Sari dari Komunitas Cicak mengatakan, gerakan pita hitam bukan hanya
simbol melawan ketidakadilan dalam proses hukum Bibit dan Chandra. ”Tetapi,
seharusnya menjadi tonggak untuk membenahi proses penegakan hukum. Lebih
penting lagi, gerakan ini untuk melawan korupsi. Selama tim independen belum
menyentuh masalah ini, kami akan terus bergerak,” katanya.
Malam
itu, setelah lelah berpanas di HI, Irma Hidayana, anggota Komunitas Cicak,
sibuk di studio rekaman. ”Sejumlah artis yang mendukung KPK tengah
membuat ringtone untuk telepon genggam. Mereka adalah Fariz RM, Once, Jimo
’KJP’, dan Cholil ’ERK’. Besok ringtone ini mulai beredar di seluruh Indonesia.
Gratis,” katanya.
Simaklah
liriknya, KPK di dadaku KPK kebanggaanku, kuyakin kebenaran pasti
menang. Kobarkan semangatmu, tunjukkan kebersihanmu, kuyakin kebenaran pasti
menang….
KOMPAS,
Selasa, 3 November 2009
Komentar
Very nice article.
I think it is true that strength
poitik is nothing compared to the power of the people if indeed the people were
really mean it. Can not be avoided if every country there are the perpetrators
of corruption can be reduced in number but of course with the presence of
institutions that hold perpetrators of corruption in Indonesia, KPK.
It is not easy task of the
Commission but not impossible to eradicate the corruption.
Referensi
http://yudhitc.wordpress.com/2009/11/11/pita-hitam-untuk-matinya-keadilan/#more-1296
Tidak ada komentar:
Posting Komentar